03 Juli 2009

SPT Tidak Harus Benar

Menindaklanjuti masukan dari salah seorang pemberi komentar, tulisan ini tidak lagi saya tampilkan.Mohon maaf sebelumnya bila kondisi ini mengakibatkan ketidaknyamanan. Untuk tulisan-tulisan yang terkait dengan SPT (Surat Pemberitahuan), silakan kunjungi link ini.

SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan pajak tidak harus benar. Yang dimaksud dengan tidak harus benar ini adalah karena pada dasarnya yang dinilai dari SPT adalah kewajarannya. Bila SPT dianggap tidak wajar, maka ada kemungkinan dilakukan pemeriksaan pajak terhadap WP (Wajib Pajak) terkait.

Saya rasa perbedaan benar dan wajar sudah cukup jelas. Kalau Anda melaporkan SPT sesuai kondisi sebenarnya, maka SPT Anda sudah benar. Tapi isi dari SPT Anda itu akan menentukan wajar atau tidaknya. Elemen-elemen dalam SPT Anda yang akan menentukan apakah SPT itu wajar atau tidak.

Misalnya dalam konteks OP (Orang Pribadi), kewajaran SPT akan dinilai dengan membandingkan jumlah penghasilan seseorang dengan jumlah harta atau kewajiban dari OP tersebut. Dalam konteks Badan (Perusahaan dan sejenisnya), kewajaran SPT akan dinilai melalui laporan keuangan Badan tersebut.

Pelaksanaan pemeriksaan pajak yang saya sebutkan di atas akhirnya ditentukan oleh hasil penilaian terhadap kewajaran sebuah SPT. Sebuah SPT yang benar pada dasarnya adalah SPT yang isinya dianggap wajar. Sebaliknya SPT yang tidak benar pada dasarnya adalah SPT yang isinya dianggap tidak wajar.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa acuan yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah SPT itu wajar atau tidak? Bagaimana caranya agar kita dapat tahu bahwa SPT yang kita serahkan tidak akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pajak? Apa yang perlu kita lakukan agar penyerahan SPT tidak malah membuat kita was-was?

Ada banyak konsultan pajak yang hadir untuk menjawab semua pertanyaan itu. WP Badan pada umumnya menyewa jasa konsultan pajak untuk mengurus masalah perpajakannya. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa konsultan pajak itu "mengatur" masalah perpajakan klien-kliennya. Saya yakin para konsultan pajak itu lebih tahu definisi wajar dari SPT klien-klien mereka.

Sementara untuk WP OP, ada beberapa hal dasar yang menurut saya perlu diperhatikan untuk menjaga kewajaran SPT. Pertama adalah keseimbangan. WP OP akan melaporkan jumlah penghasilan, harta, dan kewajiban. Ketimpangan pada elemen-elemen ini dapat menimbulkan anggapan ketidakwajaran. Kedua adalah kesinambungan. Jumlah penghasilan, harta, dan kewajiban yang dilaporkan setiap tahun dapat digunakan untuk menilai kewajaran SPT. Perubahan yang drastis antara satu tahun dengan tahun yang lainnya dapat menimbulkan anggapan ketidakwajaran.

Oleh karena itu sebaiknya WP OP membiasakan membuat arsip SPT yang dilaporkannya. Dengan begitu saat waktu pelaporan SPT Tahunan tiba, WP OP tersebut dapat melihat kembali arsip SPT tahun-tahun sebelumnya. Paling tidak jumlah harta dan kewajiban yang dilaporkan di tahun-tahun sebelumnya dapat dengan mudah dilihat kembali.

Intinya adalah kebenaran SPT dinilai dari kewajarannya. Walaupun begitu, tulisan ini tidak bermaksud mendorong WP untuk "mengatur" isi SPT yang dilaporkannya. Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan pajak tidak hanya dilakukan karena ada SPT yang tidak wajar. Ada kalanya pemeriksaan pajak tetap dilakukan untuk menguji kejujuran WP itu sendiri. Apalagi DJP (Direktorat Jenderal Pajak) memiliki informasi yang cukup untuk melakukan pemeriksaan silang. Jadi bukan tidak mungkin SPT yang wajar itu ditemukan kebohongannya melalui pemeriksaan silang tersebut.

Orang Bijak Taat Pajak!

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)

6 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus