28 Mei 2009

PPN Penjualan Mobil Bekas Orang Pribadi

Seorang teman pernah bertanya mengenai jumlah PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang harus dilaporkan bila dia menjual mobil bekas. Pada saat itu jawaban yang saya berikan terbilang panjang dan cukup membingungkan. Di sini saya mencoba menyusun kembali jawaban saya.

Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa penjual yang melaporkan PPN (ini juga berarti menarik PPN dari pembeli) adalah penjual yang sudah dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak). Jadi kalau Anda bertanya apakah Anda harus melaporkan dan menarik PPN dari pembeli, Anda perlu bertanya apakah Anda PKP atau bukan? Kalau Anda bukan PKP, Anda tidak perlu memikirkan PPN saat menjual mobil bekas Anda.

Kalau Anda sudah dikukuhkan menjadi PKP, peruntukan mobil bekas itu perlu diperhatikan sebelum Anda menarik PPN. Kalau mobil bekas itu adalah mobil pribadi, maka Anda tidak perlu khawatir tentang PPN. Konteks dari mobil pribadi adalah bagian dari harta seorang WP (Wajib Pajak). Kewajiban perpajakan seorang WP dalam hal ini tidak terkait pada PPN, tapi justru terkait dengan perubahan harta dari sebuah mobil menjadi sejumlah uang. WP tersebut cukup melaporkan hasil penjualan tersebut dalam laporan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan.

Dalam kasus ini, Anda perlu memikirkan PPN kalau memang Anda adalah seorang PKP dan mobil bekas yang dijual itu adalah bagian dari usaha Anda. Dalam konteks ini, Anda perlu mempertimbangkan penyusutan yang berfungsi untuk menentukan harga jual mobil yang pantas. Setelah itu Anda dapat menghitung PPN dengan tarif khusus untuk kendaraan bermotor bekas.

Sayangnya saya belum bisa memberikan informasi lebih lanjut mengenai penghitungan PPN untuk kondisi tersebut. Tujuan untuk tulisan kali ini lebih kepada penegasan mengenai PPN untuk penjualan mobil bekas yang merupakan harta orang pribadi.

Orang Bijak Taat Pajak!

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)

26 Mei 2009

Tarif PPN Naik Menjadi 15%

Kemarin aku mendapat informasi dari situs berita Kontan Online yang berisi tentang kenaikan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Artikel lengkapnya dapat dibaca di sini: http://www.kontan.co.id/index.php/nasional/news/14179/Bukannya_Turun_Tarif_PPN_Naik. Inti dari berita itu adalah pemerintah akan menaikan tarif PPN menjadi 15%.

Kalau memang pemerintah akan menaikan tarif PPN, alasannya antara lain adalah untuk mengejar target penerimaan pajak. Sayangnya kenaikan tarif PPN ini kemungkinan besar akan berdampak buruk terhadap daya beli masyarakat.

Jadi kita dukung atau kita tolak?

Saya pribadi lebih cenderung ke arah penolakan namun sayangnya alasan saya belum berangkat lebih jauh dari dampak buruk terhadap daya beli masyarakat itu sendiri. Anjloknya daya beli masyarakat dapat mengakibatkan anjloknya pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Saya pribadi justru masih punya kekhawatiran bahwa kenaikan tarif perpajakan akan meningkatkan intensitas penghindaran pajak. Dengan tarif pajak yang "rendah" seperti sekarang saja saya yakin masih banyak oknum yang berhasil mengelabui aparat perpajakan. Apalagi sistem pemeriksaan pajak saat ini lebih berorientasi pada wajib pajak dengan sistem self-assessment.

Jadi bukan tidak mungkin kenaikan tarif pajak, baik itu PPN maupun bukan PPN, akan menjadi bumerang. Rencana meningkatkan penerimaan pajak justru berbalik memperbesar kesenjangan antara potensi perpajakan dan penerimaan pajak itu sendiri.

Salah seorang rekan aparat perpajakan (saya tidak bisa sebut namanya) juga mengindikasikan adanya kesan bahwa penerimaan negara dari pajak sangat dipaksakan. Pemerintah seolah-olah ingin memaksakan penerimaan pajak sampai ke titik maksimal. Padahal sumber penerimaan negara tidak hanya pajak. Ke mana perginya instansi pemerintah yang lain dalam menjalankan perannya mengamankan penerimaan negara?

Terlepas dari itu semua, kenaikan tarif PPN ini masih menjadi wacana. Saya sendiri belum mendapat informasi tambahan mengenai target waktu penerapan rencana tersebut. Semoga saja pemerintah dan wakil rakyat kita dapat berkolaborasi untuk menemukan solusi yang paling baik.

Orang Bijak Taat Pajak!

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)

23 Mei 2009

Unik Tapi Tidak Tunggal

Sejak pertama kali aku mendaftarkan NPWP, aku selalu mengira bahwa NPWP yang aku miliki tidak mungkin dimiliki orang lain. Persepsi pertama terhadap NPWP adalah NPWP itu bersifat unik. Bahkan aku sempat berpikir bahwa NPWP itu dapat dijadikan fondasi menuju Nomor Identitas Tunggal (Single Identity Number).

Saat ini persepsi itu sudah berubah. Setelah aku mendapat kesempatan mengenal NPWP lebih dalam, aku mulai menyadari kesalahan dalam pemahamanku. NPWP itu memang pada dasarnya dimiliki oleh sebuah entitas. Tapi yang dimaksud entitas itu adalah entitas inti dan turunannya. Dalam kasus badan, NPWP itu mewakili pusat usaha dan cabang-cabangnya. Untuk OP (Orang Pribadi), NPWP itu mewakili seorang suami beserta istri dan tanggungan-tanggungannya.

Sebenarnya kondisi di atas tidak menafikan fakta bahwa NPWP itu bersifat unik. Pada kondisi di atas, NPWP itu tetap mewakili satu entitas. Laporan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan untuk seorang OP cukup dilaporkan oleh suami. Penghasilan istri dan tanggungan-tanggungan dapat dilaporkan pada SPT Tahunan yang sama oleh suami.

Sayangnya kondisi di lapangan tidak seperti itu. Laporan NPWP ganda tidak sedikit. Ada satu entitas yang memiliki lebih dari satu NPWP. Ada satu NPWP yang dimiliki oleh lebih dari satu entitas. Sifat unik NPWP pun akhirnya menjadi meragukan. Walaupun begitu kondisi ini masih tertolong. Entitas yang memiliki lebih dari satu NPWP dapat mengajukan penghapusan NPWP. Bahkan aparat perpajakan bisa menghapus NPWP seseorang tanpa diminta bila NPWP tersebut dapat dipastikan tidak aktif.

Sementara untuk NPWP yang dimiliki oleh lebih dari satu entitas umumnya melibatkan beberapa KPP (Kantor Pelayanan Pajak). Perlu diketahui bahwa NPWP itu adalah kombinasi dari 9 angka unik ditambah 3 digit kode KPP dan 3 digit kode pembeda entitas. Jadi kasus NPWP yang dimiliki oleh lebih dari satu entitas itu biasanya dimiliki oleh entitas-entitas yang terdaftar lewat KPP yang berbeda.

Unik tapi tidak tunggal. Setiap satu individu dapat ditemukan -tidak selalu dengan mudah- lewat NPWP yang dimilikinya. Tapi sifat unik NPWP ini belum sepenuhnya diterapkan dengan baik sehingga menimbulkan resiko munculnya NPWP ganda.

Orang Bijak Taat Pajak!

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)

16 Mei 2009

Tentang Blog Ini

Ada banyak situs lain yang mampu memberikan informasi komprehensif tentang perpajakan. Lalu untuk apa ada blog ini ingin membicarakan pajak? Alasannya sangat subjektif. Blog ini hadir sebagai sarana untuk berbagi pandangan subjektif mengenai berbagai hal tentang pajak.

Ada banyak hal yang dapat dituangkan dalam blog ini karena pajak itu sendiri masih bersifat dinamis. Pembaharuan di bidang perpajakan senantiasa berjalan. Peraturan berubah, tata cara berubah, kondisi aparat perpajakan berubah, persepsi wajib pajak berubah, dan banyak perubahan lain yang pada akhirnya dapat dituliskan di blog ini.

Sebagai salah seorang aparat perpajakan, penulis berharap dengan menulis tema-tema perpajakan ini penulis terpacu untuk senantiasa mengasah wawasan perpajakannya. Penulis berharap dapat menemukan tema-tema yang menarik untuk dibahas dan pada akhirnya memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca.