15 September 2009

Bajakan dan PPN

Saya pernah mendengar sebuah iklan tentang pajak di radio Elshinta. Tema yang diangkat dalam iklan tersebut adalah barang bajakan dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Iklan tersebut pada intinya ingin menyampaikan pesan agar tidak membeli barang bajakan, karena dengan membeli barang bajakan (atau barang pasar gelap) kita tidak membayar PPN. Sepertinya iklan itu pun ditutup dengan kalimat "Apa kata dunia?"

Memang benar orang yang membeli barang bajakan (atau barang pasar gelap) tidak membayar PPN. Bagaimana mungkin barang-barang seperti itu dikenakan PPN kalau jalur masuk ke dalam negerinya tidak terdeteksi oleh aparat yang berwenang? Sepertinya ini yang menjadi salah satu alasan kuat terhadap murahnya harga barang-barang bajakan.

Sebagai warga negara yang bijak -dan tentunya taat pajak- sudah sepantasnya kita tidak lagi membeli barang bajakan. Dengan membeli barang-barang secara resmi, kita sudah ikut melaksanakan tanggung jawab kita sebagai warga negara. Kita, sebagai konsumen, sudah membayar pajak.

Ibaratnya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, dengan iklan tersebut sepertinya ada dua hal yang ingin dicapai. Pertama, mengurangi tingkat pembajakan. Kedua, meningkatkan kesadaran terhadap pajak. Akan tetapi, menurut saya, kedua hal tersebut tidak dapat dikatakan relevan.

Saya rasa banyak orang menggunakan barang bajakan bukan karena tidak ingin membayar PPN. Mereka menggunakan barang bajakan karena pada dasarnya mereka tidak mampu -atau pura-pura tidak mampu- membeli barang secara resmi. Harga bajakan dengan harga resminya seringkali ibarat bumi dan langit. Ketimbang lelah menggapai langit, akhirnya banyak orang memilih bertahan di bumi. Orang memilih bajakan karena bajakanlah yang mampu mereka beli. Mereka tidak perlu jauh-jauh mempertimbangkan PPN dalam mengambil keputusan ini.

Membeli bajakan dan menghindari PPN sepertinya tidak memiliki korelasi yang kuat. Walaupun begitu, saya tetap angkat topi untuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas berbagai iklan yang telah dikeluarkan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pajak. Saya rasa akan tiba waktunya saat semua orang mampu membeli barang dengan harga resmi sehingga mereka tidak lagi acuh terhadap PPN. Sayangnya "waktu" untuk itu bukan sekarang dan sepertinya masih agak jauh di masa depan.

Terlepas dari itu, saya tidak bermaksud untuk membenarkan pembelian barang bajakan. Kalau memang memungkinkan, mari kita budayakan penggunaan barang yang resmi. Semoga saja alternatif barang resmi yang lebih murah akan lebih banyak hadir di tengah-tengah kita.

Orang Bijak Taat Pajak!

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/180758104/68596ef/BajakandanPPN.html

08 September 2009

Kompilasi Iklan Pajak di Yahoo! Mail

Ada empat iklan pajak yang berhasil saya temukan di Yahoo!Mail. Sekedar menegaskan, iklan-iklan ini saya temukan di Yahoo!Mail versi Classic. Saya tidak tahu apakah iklan-iklan ini juga muncul di Yahoo!Mail versi baru.





Bentuk asli iklan-iklan tersebut adalah animasi flash. Gambar-gambar di atas merupakan cuplikan dari animasi flash yang menurut saya menggambarkan isi iklan secara keseluruhan. Gambar-gambar di atas saya ambil dari akun email saya sendiri.

Usaha Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menghimbau masyarakat melalui iklan ini terbilang banyak dan tidak hanya di media Internet saja. DJP juga menampilkan iklan layanan masyarakat sejenis di media televisi, radio, dan media cetak.

Saya sempat menemukan seorang selebriti sedang mempromosikan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) miliknya sendiri seraya membeberkan -kalau tidak salah- kemudahan membayar pajak dan manfaat dari pajak itu sendiri. Mungkin saja ini adalah inisiatif dari selebriti itu sendiri, tapi sepertinya pikiran seperti ini terlalu naif. Jadi saya berasumsi bahwa pengakuan selebriti itu pun bagian dari promosi pajak.

Ada dua hal yang saya ingin tahu terkait dengan iklan ini. Pertama, saya jelas ingin tahu dampak iklan-iklan ini secara langsung terhadap kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Kedua, saya ingin tahu siapa yang mengurus pembuatan dan penerbitan iklan-iklan tersebut. Sayangnya saya tidak tahu harus mencari ke mana untuk mendapatkan informasi yang saya butuhkan.

Orang Bijak Taat Pajak!

Tulisan terkait:
http://bicarapajak.blogspot.com/2009/07/iklan-pajak-kedua-di-yahoo-mail.html
http://bicarapajak.blogspot.com/2009/06/iklan-pajak-di-yahoo-mail.html

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)

03 September 2009

Kenapa Anda Membayar Pajak?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak akan pernah berhenti menghimbau masyarakat untuk menunaikan kewajibannya membayar pajak. Sementara mayoritas masyarakat akan senantiasa mencari cara untuk menekan kewajiban pajak mereka. Siapa pun tentu menyadari bahwa pada umumnya tidak ada satu orang pun yang rela mengeluarkan uangnya untuk membayar pajak. Mereka seperti tidak memiliki alasan yang kuat untuk menumbuhkan kerelaan itu.

DJP sudah berkali-kali menyebutkan manfaat pembayaran pajak seperti pembangunan jalan, pengembangan fasilitas umum, atau manfaat lainnya. Mungkin pada akhirnya ada lebih banyak anggota masyarakat yang mulai menyadari kewajiban perpajakannya. Tapi untuk benar-benar merelakan sebagian uangnya demi membayar pajak, saya rasa butuh lebih dari sekedar himbauan atau bahkan peraturan.

Memang pajak seharusnya tidak dikaitkan dengan kerelaan. Pajak adalah kewajiban yang terkait erat dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Mereka yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan mendapatkan hukuman sesuai peraturan-peraturan tersebut. Mereka yang melaksanakan kewajiban tersebut akan merasakan (secara tidak langsung) manfaat dari pajak yang dibayarkan.

Terlepas dari itu semua, sebenarnya apa yang membuat seseorang mau membayar pajak?

1. Karena kesadaran yang timbul dari hati yang paling dalam.
2. Karena takut dikejar-kejar aparat pajak.
3. Karena malu kalau ketahuan tidak membayar pajak.
4. Karena bekerja sebagai aparat pajak harus bisa memberi contoh yang baik.
5. Karena tidak sadar kalau sebenarnya penghasilannya sudah dipotong pajak.
6. Karena pajaknya dipotong atau dipungut oleh pihak lain.
7. Karena hidup tidak berarti tanpa membayar pajak.
8. Karena apa kata dunia kalau tidak membayar pajak.

Ada alasan lainnya?

Orang Bijak Taat Pajak!

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)