- DJP hanya berisi orang-orang "nakal".
Kesalahan utama munculnya opini ini adalah kurangnya sampel. Kalau kita menemukan fakta bahwa Gayus Tambunan itu impoten, apakah kita akan mengatakan bahwa para pegawai pria di DJP itu impoten? Saat kita ingin mengambil kesimpulan yang bersifat umum, kita perlu menunjangnya dengan bukti yang representatif. - Pajak hanya digunakan untuk memperkaya pegawai-pegawai DJP.
Lagi-lagi cara penarikan kesimpulan yang salah. Berapa banyak pegawai DJP yang "kaya"? Dari sekian banyak pegawai DJP yang kaya itu, berapa banyak yang mendapatkannya dengan cara ilegal? Dari sekian banyak pegawai yang mendapatkan hartanya dengan cara ilegal, berapa yang dibiarkan bebas begitu saja? - Bayar pajak sia-sia.
Kenapa bisa dikatakan sia-sia? Mayoritas pemasukan APBN (Anggaran Pemasukan dan Belanja Negara) bersumber dari pajak. Pemerintah berjalan dengan modal pajak. Sarana dan prasarana publik pun pada akhirnya dibiayai dengan pajak. Untuk saya pribadi, membayar pajak itu menjadi sia-sia kalau saya tidak pernah membeli bensin Premium (bahan bakar bersubsidi), tidak pernah menggunakan listrik, tidak pernah mengendarai kendaraan di jalanan umum yang beraspal, atau tidak pernah menggunakan fasilitas umum apapun; semua saya bayar secara mandiri. Untuk Anda bagaimana? - Reformasi birokrasi DJP gagal.
Keberhasilan itu bukan berarti tidak pernah membuat kesalahan. Keberhasilan itu berarti memperbaiki kesalahan dan terus melangkah maju. Kalau dengan satu kesalahan langsung disimpulkan bahwa sesuatu itu gagal, berarti tidak pernah ada orang yang berhasil melakukan apa pun di dunia ini. Gayus Tambunan adalah potret sebuah kesalahan, sebuah blunder, tapi bukan serta merta mencerminkan kegagalan reformasi birokrasi di DJP. - Remunerasi di DJP (Departemen Keuangan) sia-sia.
Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan fisiologis, yaitu sandang, pangan, dan papan. Di dunia materialistis seperti dunia kita saat ini, kebutuhan fisiologis itu sama dengan UANG. Kenyataannya, kekurangan UANG sering berujung pada kejahatan. Di sini peran remunerasi itu. Tingginya remunerasi mungkin tidak mencegah orang-orang seperti Gayus Tambunan untuk terus memperkaya diri dengan cara yang ilegal. Akan tetapi, remunerasi ini justru berperan besar untuk mencegah munculnya lebih banyak orang seperti Gayus Tambunan. - Penulis ini sok tahu, sok bijak, dan sok-sok lainnya.
Untuk yang ini saya tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
Kenyataannya, wajib pajak menyetorkan uangnya lewat kantor pos atau bank rekanan. Dari situ, uang wajib pajak langsung masuk ke kas negara. Kas negara bukan dikelola oleh DJP. Peluang "nilep" uang yang disetor wajib pajak itu sangat kecil. Cara pegawai pajak untuk memperkaya diri dengan cara ilegal pada hakikatnya adalah dengan memanipulasi informasi, yaitu dengan memanipulasi jumlah pajak yang wajib disetor oleh wajib pajak dengan mendapat "honor" terpisah.
Misalnya saya memiliki kewajiban membayar pajak 100juta, kemudian saya mencari cara agar nominal itu berubah menjadi 50juta. Di sini peluang seorang pegawai pajak untuk mendapat "sampingan" selain gajinya. Saya bisa saja meminta bantuan seorang pegawai pajak tertentu untuk memanipulasi data perpajakan saya sehingga saya hanya wajib membayar pajak sebesar 50juta. Pegawai pajak ini saya janjikan honor sebesar 25juta. Kalau tipuan ini berhasil, saya setor pajak lewat bank sebesar 50juta dan transfer uang 25juta ke rekening pribadi pegawai pajak yang membantu saya.
Kemungkinan lain adalah dengan terlibatnya konsultan pajak. Saya bisa jadi terima bersih bahwa uang yang perlu saya keluarkan hanya 75juta. Bagaimana caranya saya serahkan kepada konsultan pajak yang saya pekerjakan. Jadi konsultan pajak ini yang bekerja sama dengan pegawai pajak untuk memanipulasi data perpajakan saya. Hasilnya mungkin sama seperti di atas, tapi honor 25juta harus dibagi antara pegawai pajak dan konsultan pajak.
Ini baru sebagian kecil modus penggelapan pajak yang melibatkan wajib pajak, konsultan pajak, dan pegawai pajak. Saya yang bandel karena tidak mau membayar pajak sesuai kewajiban. Konsultan pajak saya pun bandel karena mau saja menuruti keinginan saya. Pegawai pajaknya pun bandel karena bukannya menegakan kebenaran layaknya Ksatria Baja Hitam, dia malah berpihak kepada kebandelan.
Kalau kita cermati ilustrasi di atas, saya (wajib pajak) hanya menyetor pajak sebesar 50juta. Sementara konsultan pajak dan pegawai pajak itu mendapat honor diluar uang pajak yang saya setor. Kecil kemungkinannya pegawai pajak itu akan "nilep" uang dari 50juta tersebut. Kemudian seandainya saya mau menyetor 100juta apa adanya, bagaimana pegawai pajak itu akan mendapatkan honornya? Nol besar.
Ada banyak pihak yang harus di-"kemplang" karena penggelapan pajak dan pihak-pihak itu bukan hanya oknum pegawai pajak yang terkait. Terlepas dari itu semua, kalaupun memang ada uang yang di-"tilep" pegawai pajak, uang itu bukan dari uang pajak yang Anda setor.
Orang Bijak Taat Pajak!
Kalau memang Anda tidak mau patuh membayar pajak, jangan jadikan Gayus Tambunan atau kasus-kasus lain sebagai pembenaran.
--
Amir Syafrudin
Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/document/bNNSS_s3/MenjawabOpiniMiringDiBalikGayu.html