Pada saat tulisan ini dibuat, porsi Pemerintah Pusat dari PBB hanya 10% dari total pemasukan PBB. 10% itu pun diserahkan pula ke Pemerintah Daerah dengan porsi tertentu. Pada akhirnya Pemerintah Pusat tidak mendapatkan pemasukan untuk kas negara dari PBB.
Jadi saya tidak heran saat saya mendengar kabar pengalihan pengelolaan PBB di atas. Kenapa tidak? Pada dasarnya yang menerima pemasukan dari PBB hanya Pemerintah Daerah. Lalu kenapa Pemerintah Pusat harus terus-menerus mempertahankan kewajiban pengelolaan PBB itu sendiri?
Apalagi untuk PBB sektor pedesaan dan perkotaan. PBB dari kedua sektor tersebut seharusnya dapat dengan mudah diambil alih oleh Pemerintah Daerah yang wilayahnya bersesuaian. Untuk pengelolaan PBB sektor perkebunan, kehutanan, atau pertambangan mungkin tidak akan semudah kedua sektor di atas.
Terlepas dari itu semua, saya tidak sepenuhnya setuju dengan pengalihan pengelolaan tersebut. Alasan-alasan saya antara lain:
- Citra instansi perpajakan akan sulit dikelola.
DJP (Direktorat Jenderal Pajak) sudah susah payah membangun citra yang baik terhadap pegawai pajak. DJP pun sudah susah payah mempersiapkan prosedur pelayanan yang mudah tanpa pungutan tambahan. Apa jadinya kalau oknum Pemerintah Daerah ikut campur dalam pengelolaan PBB? - Akses informasi PBB semakin sulit.
Seandainya saya tinggal di Tangerang dan memiliki rumah di Depok, saya harus ke Depok untuk bisa tahu jumlah PBB terutang untuk rumah tersebut. Harapan saya tentunya saya bisa tahu jumlah PBB terutang dari KPP mana pun di wilayah Indonesia ini. Kalau PBB dikelola Pemerintah Daerah, maka akses informasi PBB ini bisa dipastikan akan bersifat kewilayahan. Kemudahan akses informasi yang diharapkan akan pudar dengan sendirinya.
Orang Bijak Taat Pajak!
--
Amir Syafrudin
Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)
Pak Amir Syarifudin tak perlu khawatir untuk mengakses informasi PBB jika pengelolaannya sudah didaerahkan. Pemerintah Daerah tentu sudah mempersiapkan wacana ini semua .... tidak perlu repot-repot bapak harus turun kedaerah untuk mengetahui berapa ketetapan pajak bumi dan bangunan bapak, yang penting bapak mau bayar ajalah, jangan kalau udah ada perlunya (baca: jual beli rumah)baru besibuk ngurus pajak PBB. Pak Amir Syarifudin bisa buka intenet daerah yang bersangkutan dan masuk kesitus Dinas yang mengelola atau menangani PBB. Mudahkan ......... Maaf ya.
BalasHapusTulisan ini terbilang tua; ditulis tanggal 17 Juni 2009. Dasar dari tulisan ini adalah kekhawatiran bahwa urusan PBB akan semakin semrawut. Tentunya harapan saya adalah sebaliknya.
BalasHapusStandar pelayanan PBB yang sudah ada sudah sepatutnya dipertahankan oleh Dinas yang mengelola. Bukan sekedar akses, tapi juga pembayaran.
Kalau masalah bayar PBB insya Allah saya konsisten. Paling tidak saya yang sudah menjadi bagian dari aparat perpajakan ini akan merasa malu bila tidak membayar PBB.
Terlepas dari itu semua, terima kasih atas masukannya. Akan lebih berharga bila Pak Rudi bisa memberi contoh situs internet Dinas yang mengelola PBB sebagai contoh.
PS:
Sedikit koreksi, nama saya Amir Syafrudin; bukan Syarifudin.