09 Juni 2009

Fiskus, Aparat atau Keparat?

Fiskus (aparat perpajakan) seharusnya bertugas melayani para WP (Wajib Pajak) yang ingin (dan wajib) melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Sayangnya praktik "mencari keuntungan sendiri" cukup marak di kalangan aparat perpajakan. Mereka adalah para aparat yang berlaku seperti keparat.

Saya teringat cerita-cerita pegawai senior yang pernah merasa malu mengakui bahwa mereka adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Bila ada yang bertanya mengenai pekerjaan mereka, mereka lebih memilih menjawab "PNS", "Depkeu", atau jawaban-jawaban lain selain "pajak".

Sepertinya banyak orang yang begitu mendengar pernyataan "saya bekerja di pajak" langsung menanggapi dengan "rasa kagum". Bekerja di pajak ibarat bekerja di tempat penanaman pohon uang sehingga mudah bagi pegawainya memperkaya diri. Sayangnya rasa kagum itu diiringi dengan cemoohan terselubung yang pada dasarnya bermaksud menghina para aparat perpajakan.

Untungnya -bagi beberapa orang mungkin lebih tepat "sialnya"- reformasi perpajakan telah menggerus kebiasaan buruk para keparat perpajakan tersebut. Harapannya tentu saja agar persepsi masyarakat terhadap aparat perpajakan membaik dan pelayanan pajak menjadi optimal. Dengan begitu diharapkan pula terjadi peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Selain itu juga bertujuan untuk menekan jumlah hak negara yang masuk kantong pribadi.

Pegawai-pegawai senior yang bercerita di atas mengakui bahwa saat ini mereka tidak lagi malu mengakui bahwa mereka bekerja sebagai aparat perpajakan. Mereka tidak perlu lagi mencari-cari alasan bila ada orang yang menanyakan pekerjaan mereka. Mereka bahkan bangga dengan fakta bahwa mereka bekerja sebagai aparat perpajakan.

Kabar baik ini tidak datang dari sisi aparat semata. Saya sempat membaca beberapa laporan positif di media surat kabar mengenai perbaikan kualitas pelayanan perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak memang memiliki determinasi yang kuat untuk memperbaiki citra mereka.

Semoga saja kebaikan ini akan terus bertahan. Sangat disayangkan bila kondisi perpajakan Indonesia saat ini kembali lagi ke masa-masa "tolong-menolong" antara aparat dan WP. Sangat disayangkan bila pemasukan negara dari pajak harus dipotong lagi oleh individu-individu tak bertanggung jawab.

Orang Bijak Taat Pajak!

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)

2 komentar:

  1. org d angkot: "kerja dmn mba?"
    pns *m*g*a*i: "pns"
    org d angkot: "pns dmn?"
    pns *m*g*a*i: "kumham"
    org d angkot: "d bagian ap?"
    pns *m*g*a*i: "IT"
    org d angkot: "hah???"

    BalasHapus
  2. Cerita Fiksi.

    Tanya: "Kerja di mana, Mas?"
    Jawab: "Di DJP."
    Tanya: "Apaan tuh DJP?"
    Jawab: "Direktorat Jenderal Pajak."
    Tanya: "Oh. Enak donk."
    Jawab: "Iya, enak. Halal pula."

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.